Pertama, pengertian Bangsa (Nation) dan Kebangsaan telah lama sekali
dipahami oleh manusia dari turun temurun. Dalam sejarah manusia pengertian
kebangsaan berlangsung sesuai perkembangan dari abad ke abad.
Dapat disimpul dan diartikan Bangsa adalah satu
kumpulan orang yang hidup bersama di satu bagian tertentu dunia, merasakan
persamaan nasib dan membentuk pemerintahan untuk mengurus keperluan hidupnya.
Yang semula bangsa merupakan satu etnik tertentu, atau bicara bahasa tertentu,
sekarang pengertian itu menjadi lebih luas.
Namun jelas bahwasanya Alam semesta menentukan bahwa
umat manusia terbagi dalam Bangsa-bangsa yang berbeda satu dengan yang lain.
Kedua, Dalam Panitia Sembilan ini terdapat dua golongan yang saling
berbeda pandangan. Yang pertama adalah golongan yang menghendaki Islam
mendasari pendirian negara. Golongan yang kedua, menghendaki paham kebangsaan
sebagai dasar pendirian negara. Jalan tengah yang diambil dalam perbedaan
pandangan tersebut adalah rumusan Pancasila yang kemudian dikenal sebagai
Piagam Jakarta.
Adakah keberatan yang
muncul atas hasil kerja Panitia Sembilan itu? Jelas! Dalam beberapa kesempatan,
keberatan itu beberapa kali muncul. Sebagai contoh, Ki Bagus Hadikusumo,
Wongsonegoro, Latuharhary, dan Husen Joyodiningrat. Mereka mengajukan usulan
agar rumusan sila “Ketuhanan dengan menjalankan syari’at Islam bagi para
pemeluk-pemeluknya” dalam Piagam Jakarta diganti.
Namun demikian, Sukarno
sebagai ketua Panitia Sembilan pada waktu itu mengatakan, bahwa Piagam Jakarta
merupakan jalan tengah yang sudah disepakati oleh dua golongan yang saling
berbeda pandangan. Artinya, jika keberatan-keberatan tersebut diterima,
kesepakatan yang sudah dicapai sebagai jalan tengah menjadi masalah baru.
Dengan kata lain, Sukarno tidak ingin menodai kesepakatan yang telah dicapai
sebagai jalan tengah yang telah diambil tersebut.
Ketiga, mengenai
konsep Bangsa, Soekarno tampak sejalan dengan pendapat Jean Jaures, pemikir
Italia, yang menghubungkan bangsa dan kemanusiaan yang universal serta tanah
air (Patria). Menurut Soekarno,
seorang nasionalis dengan sendirinya adalah patriot
(cinta tanah air). Soekarno memberikan nilai teologis dengan menegaskan bahwa “Hubbul wathon minal iman” yang artinya
mencintai Negara sebagian dari iman yang oleh banyak kalangan dianggap sebagai
hasil pemikiran Bung Karno dan Umat Islam Indonesia. Kata kata itu tak akan
ditemukan di kitab kitab kuning, kitab putih atau kitab yang lainnya.
Kesimpulannya, mengapa para tokoh bapak Nasionalis seperti Bung Karno, Bung
Yamin, dan Bung Soepomo menjadikan Kebangsaan Indonesia menjadi point pertama
dalam perumusan Pancasila adalah mewakili para masyarakat Indonesia yang
mengalami persamaan nasib dan membentuk pemerintahan, sebagai pendirian suatu
bangsa, dan sebagai rasa cinta kepada Negara sebagai salah satu bentuk iman.
Referensi:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar