Pada situasi sekarang ini, media sosial memiliki peranan yang sangat
penting dalam kehidupan manusia, termasuk di Indonesia. Di Indonesia, media sosial sudah menjadi
salah satu kebutuhan pokok kehidupan manusa.
Dan semua orang memiliki media sosial. Media sosial dapat dan sangat sering digunakan
untuk mengemukakan pendapat, baik berupa fakta atau opini dan hal-hal lainnya, namun, apakah kita sudah
menggunakannya untuk menyuarakan pendapat kita dengan baik, tepat dan bijaksana?
Indonesia memiliki tingkat kejahatan
bullying yang terus meningkat setiap tahunnya. Hanya dengan berpendapat yang terlalu bebas,
dan menyalahi aturan , kita dapat menimbulkan banyak masalah untuk orang lain,
padahal sudah ada Undang-undang yang mengatur tentang penggunaan internet,
yaitu UU No.11 tahun 2008.
Manusia pasti memiliki opini mereka
masing-masing, mulai dari hal-hal kecil sampai ke hal-hal besar yang dapat
menimbulkan berbagai permasalahan. Manusia
sebagai makhluk sosial akan berusaha mencari orang-orang yang sama sepertinya. Orang-orang yang beropini sama biasanya akan
memiliki hubungan yang baik, akan tetapi akan mudah timbul perdebatan jika
memiliki perbedaan pendapat. Pada
dasarnya, manusia memiliki keinginan dalam dirinya untuk mendapat pengakuan dan
ingin merasa benar. Oleh karena itulah,
manusia akan berusaha mempertahankan pendapatnya dan kadang kala tidak mau
menerima kenyataan bahwa mungkin saja pendapat orang lain itu lebih benar
(Lauwren, 2016).
Pada zaman sekarang yang
sudah dipenuhi dengan kemajuan teknologi, hidup kita tidak dapat dilepaskan
dari gadget dan media sosial. Seakan-akan
kita tidak dapat bertahan hidup tanpa menyentuh gadget. Kemajuan teknologi informasi, kebebasan pers,
dan kolom komentar membuat orang-orang marak menyuarakan pendapatnya melalui
internet, baik dalam situs-situs maupun dalam media sosial. Kita sering melihat suatu postingan di
Instagram yang memiliki ribuan komentar, atau mungkin komentar-komentar netizen
terhadap suatu topic tertentu. Sadarkah kita bahwa komentar-komentar kita bisa
saja dibaca oleh siapa saja dan dapat mempengaruhi orang lain?
Cyber-bullying bukan hal
yang tidak biasa lagi pada zaman ini. Cyber-bullying sendiri adalah tindakan
bully yang terjadi di dunia maya. Memberikan
komentar-komentar yang kurang atau bahkan tidak pantas, meninggalkan kata-kata
penuh hujatan di kolom komentar, dan mengata-ngatai orang di internet sekarang
merupakan hal yang biasa dengan mengatas-namakan kebebasan berpendapat. Tidak sedikit pula orang-orang yang mengalami
keterpurukan, depresi, maupun akhirnya bunuh diri hanya karena dunia maya.
Kebebasan berpendapat
sendiri memang ada hukumnya. Pasal 28 E ayat 3 UUD 1945 menyatakan bahwa setiap
orang memiliki kebebesan untuk berserikat, berkumpul, dan menyatakan pendapat. Adalah sebuah pelanggaran hukum jika kita
dilarang menyatakan pendapat kita. Sebagai manusia yang memiliki hati nurani,
kita sebaiknya dapat memberikan pendapat, kritik, dan saran yang membangun,
bukannya dengan menyampaikan komentar-komentar atau pendapat yang penuh
kebencian dan kata-kata tidak pantas.
Apalagi saat ini sudah
didukung dengan adanya Undang-undan No.11 tahun 2008 mengenai Internet dan
Transaksi Elektronik, dimana mengatur banyak hal tentang etika dan tata cara
menggunakan Internet dengan baik, seperti misalnya tentang postingan yang
mengandung unsur pornografi, SARA, berita hoax, plagiarisme, stalking,
dan lain-lain.
Namun, akhirnya semua
kembali lagi ke masing-masing pribadi yang memiliki akal budi dan pemikiran
masing-masing. Apakah kita akan tetap
meninggalkan komentar-komentar yang hanya berisi hujatan dan tidak akan
membangun orang lain, ataukah kita akan mulai mencoba untuk berusaha memberikan
kritikan dan saran dengan cara yang lebih manusiawi dan lebih sopan? Mari kita berharap agar dapat membentuk
kebebasan berpendapat yang lebih membangun untuk masa depan generasi kita.
Kebebasan
berpendapat sebenarnya adalah sebuah hak yang dimiliki oleh manusia, namun yang
perlu diketahui adalah berpendapat yang bagaimana sehingga kita sah sah saja
melakukan nya , banyak orang yang berpendapat namun lupa akan tata cara dan
etika dalam berpendapat itu sendiri, jika dalam berpendapat kita melupakan
kaidah dan etika seperti ini apakah kita masih sah MENGEMUKAKAN PENDAPAT? Apalagi berpendapat di media sosial, media
sosial sangat rentan akan dampak dampak negatif, jika kita tidak lakukan
langkah yang tepat maka dampak negative itu pasti akan berakibat buruk dalam
kehidupan.
Media
sosial punya banyak manfaat, dan di dalam media sosial juga terdapat fitur
memberikan pendapat terhadap sesuatu hal yang terjadi, sebut saja media sosial
Facebook, Instagram, Line, dan masih begitu banyak lagi. Di dalam beberapa media sosial itu terdapat
fitur komentar, disitulah kita bisa berkomentar terhadap sesuatu, nah disinilah
kebebasan berpendapat bisa ditebar oleh banyak orang, dan disinilah terkadang
banyak orang yang menyalahgunakan kebebasan berpendapatnya dengan menyalahi aturan
atau dengan melanggar etika-etika dalam berpendapat itu sendiri .
Contoh kasus :
Ahmad berasal dari daerah
A , Ahmad menganut agama A, Ahmad ikut mengomentari salah satu berita di Instagram
dimana berita tersebut menyinggung daerah B dan agama B , Ahmad ikut berkomentar
terhadap hal itu tapi Ahmad melupakan etika dalam berpendapat itu sendiri,
sehingga yang justru timbul adalah perpecahan di komentar yang tidak dapat
dihindari, mereka yang merasa dijelek- jelekan pun turut membalas dengan hal
yang sama, mereka saling hujat satu sama
lain dan tentu akan memperburuk keadaan, dan ini tentu tidak baik untuk
ketentraman dan keamanan negara Indonesia .
Nah tampak disini bahwa
ketika seseorang tidak menggunakan etikanya dalam mengemukakan pendapat maka
timbul konflik sosial dan agama dan tentu ini adalah hal yang tidak baik .
Kesimpulanya adalah
gunakan lah kebebasan berpendapat kita dengan baik, tidak semena mena, tidak
menyalahi aturan dan tetap saling mengemukakan pendapat dengan Bahasa sopan,
santun dan tidak menyinggung pihak pihak tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Lauwren, S. 2016.
Kebebasan Berpendapat di Media Sosial. https://www.kompa siana.com/lieie/583878565eafbdb60ae87f67/kebebasan-berpendapat-di-media-sosial
(dikses pada tanggal 31 Agustus 2018).
Created By Muhammad Arifin FIKOM UNPAD