Sampai saat ini, meskipun sudah 3 tahun lebih UU No 18 tahun 2012 tentang Pangan digulirkan, pemahaman apa itu KEDAULATAN PANGAN masih simpang siur. Jika dicermati dalam-dalam, setidaknya terlihat tiga makna yang berkembang, yaitu:
1. Kedaulatan pangan sejalan dengan ketahanan pangan. Makna berdaulat adalah ketika kebijakan pangan kita tidak dikendalikan oleh negara lain dalam konteks politik dan pasar. Pemahaman ini muncul pada Rencana Kerja Kementan, RJPMN, dan pada SIPP.
2. Ketahanan pangan merupakan landasan untuk mencapai kedaulatan pangan. Maka, dalam pandangan ini, kedaulatan pangan sejati adalah saat sudah tercapai di level komunitas. Hal ini terlihat jelas misalnya dalam dokumen SIPP.
3. Pemahaman kedaulatan yang sejalan dengan di dunia internasional, sebagaimana dijumpai dalam dokumen Nawacita. Namun, meskipun RPJMN dan RKP Kementan merupakan turunan dari kebijakan ini, namun kedaulatan pangan dipahami berbeda.
Sumber dari ketiga pola di atas dapat ditelusuri setidaknya dari lima referensi pokok yang dapat diacu tentang apa itu makna kedaulatan pangan yang saat ini beredar di Indonesia. Referensi disusun berdasarkan tahun keluarnya untuk memperlihatkan dinamika perkembangan konsep yang terjadi.
Satu, Undang-Undang No. 18 tahun 2012 tentang Pangan. Pada pasal 1 disebutkan bahwa: “Kedaulatan pangan adalah hak negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan pangan yang menjamin hak atas pangan bagi rakyat dan yang memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem pangan yang sesuai dengan sumber daya lokal”. Terlihat bahwa ada dua pihak terkait kedaulatan pangan yakni: (1) negara yang memiliki hak secara mandiri untuk menentukan kebijakan pangan yang menjamin hak atas pangan bagi rakyat; serta (2) masyarakat yang juga berhak menentukan sistem pangan yang sesuai dengan sumber daya lokal.
Jika ditelusuri baris per baris dari seluruh pasal dalam UU Pangan, kata “kedaulatan pangan” muncul sebanyak delapan kali dalam batang tubuh, dan tiga kali dalam Bagian Penjelasan. Pada batang tubuh muncul pada pasal 2, 3, 6, 23 (1), 117, 125, 126, dan 130 (1). Dari keseluruhan kalimat dalam UU ini, kata “kedaulatan pangan” selalu muncul bersama-sama dengan “ketahanan pangan” dan “kemandirian pangan”. Ketiganya selalu muncul bersamaan, atau tidak pernah sendirian. Kata “kedaulatan pangan” berada di depan, lalu diikuti dua yang lainnya. Hal ini bisa dimaknai bahwa kedaulatan pangan merupakan hal yang harus dicapai terlebih dahulu, sebagai jalan untuk mencapai tujuan akhirnya yakni “ketahanan pangan”.
Meskipun dalam Pasal 1 ketiga konsep ini telah dijelaskan dan dibedakan satu sama lain, namun sesungguhnya tidak ada ditemuipenjelasan yang memadai bagaimana misalnya cara mencapai kedaulatan pangan, dan apa bedanya dengan upaya mencapai ketahanan pangan. Juga tidak ada kejelasan bagaimana mencapai kemandirian pangan. Namun demikian, hal ini juga bisa dimaknai bahwa “kedaulatan pangan” merupakan sebuah konsep yang masih terbuka untuk dirumuskan dan diisi oleh semua pihak. Dapat dilihat bahwa apa dan bagaimana kedaulatan pangan belum terlalu jelas. Apalagi indikator bagaimana mengukur kedaulatan pangan. Jika hanya bertolak dari UU ini, maka kita tidak akan dapat merumuskan jalan bagaimana cara mencapai kedaulatan pangan.
Dua, Dokumen “Nawacita” yang dilontarkan Presiden Joko Widodo dalam visi, misi dan program aksi yang berjudul “Jalan Perubahan Untuk Indonesia Yang Berdaulat, Mandiri Dan Berkepribadian” pada periode Mei 2014 saat kampanye pemilihan presiden. “Nawacita” bermakna sebagai sembilan agenda perubahan. Kedaulatan pangan tercantum secara jelas pada agenda nomor 7 (”Mewujudkan Kemandirian Ekonomi Dengan Menggerakkan Sektor-Sektor Strategis Ekonomi Domestik”). Dalam cita nomor 7 ini ada lima program yaitu: (1) Membangun kedaulatan pangan, (2) Membangun kedaulatan energi, (3) Membangun kedaulatan keuangan, (4) Mendirikan bank petani/nelayan dan UMKM termasuk gudang dengan fasilitas pengolahan paska panen di setiap sentra produksi tani/nelayan, dan (5) Mewujudkan penguatan teknologi melalui kebijakan penciptaan sistem inovasi nasional.
Khusus untuk membangun kedaulatan pangan disebutkan akan digunakan lima pendekatan sebagai berikut, yaitu:
(1) Membangun kedaulatan pangan berbasis agribisnis kerakyatan, yang terdiri atas empat bentuk yaitu: penyusunan kebijakan pengendalian atas import pangan, penanggulangan kemiskinan pertanian dan dukungan re-generasi petani, implementasi reforma agraria, dan pembangunan agribisnis kerakyatan melalui pembangunan bank khusus untuk pertanian, UMKM dan koperasi.
(2) Stop impor pangan (1) khusus untuk beras, jagung dan daging sapi. Untuk jagung disebutkan ada tiga program yaitu: (1) peningkatan produktivitas dari 4,8 ton/ha menjadi 5,6 ton/ha, (2) pengembangan bank benih milik rakyat tani untuk daulat benih, dan (3) pengembangan pupuk organik untuk daulat pupuk. Sementara untuk sapi adalah membangun agroekologi dan peningkatan kapasitas peternakan rakyat.
(3) Stop impor pangan (2) khusus untuk komoditas kedelai, bawang merah dan cabe merah. Terbaca dengan jelas bahwa khusus untuk kedelai ada 3 pilihan kebijakan yaitu: (1) peningkatan produksi dari 1, 46 ton /ha menjadi 2,3 ton/ha, (2) pemerintah menjamin harga yang menguntungkan untuk petani, dan (3) mendorong pengembangan bank benih kedelai di tiap kelompok tani. Sedangkan untuk bawang merah ada 2 hal yaitu: pemerintah menjamin produksi benih lokal, dan mendorong peningkatan produksi dari 10,1 menjadi 11 ton / ha. Khusus untuk cabai merah juga ada dua hal yaitu: peningkatan produktifitas cabe sebsar rata-rata 0,078 ton/ ha yakni dari 6,84 ton/ha menjadi 6,918 ton/ha), dan pemerintah menjamin harga yang menguntungkan untuk petani cabai
(4) Reforma agraria, dimana solusi untuk reforma agraria terdiri atas 3 program yaitu: (1) peningkatan redistribusi tanah 1,1 juta ha untuk 1 juta KK petani kecil dan buruh tani tiap tahun, (2) distribusi 9 juta ha tanah untuk petani dan buruh tani, dan (3) meningkatnya akses petani gurem terhadap kepemilikan lahan pertanian.
(5) Penanggulangan kemiskinan pertanian dan regenerasi petani, berupa 4 solusi yaitu: (1) 1.000 desa berdaulat benih hingga tahun 2019, (2) peningkatan kemampuan organisasi petani dan pelibatan aktif perempuan petani sebagai tulang punggung kedaulatan pangan, (3) rehabilitasi jaringan irigasi yang rusak pada 3 juta ha pertanian, dan (4) dukungan regenerasi petani muda Indonesia.
Terlihat dengan jelas, bahwa point-point penting dalam dokumen Nawacita menguraikan konsep dan strategi kedaulatan pangan sebagaimana pemikiran yang berkembang di level internasional. Point pokoknya adalah pemberian akses dan kontrol yang besar kepada petani yang selama ini kurang diperhatikan, yaitu pemberian akses dan kontrol terhadap lahan pertanian melalui peningkatan hak penguasaan lahan melalui reforma agraria, dan peningkatan akses dan kontrol kepada benih dengan membangun desa-desa mandiri benih.
Kedaulatan pangan dicapai melalui 5 usaha yaitu: (1) peningkatan produksi pangan pokok, (2) stabilisasi harga bahan pangan, (3)peningkatan kesejahteraan pelaku usaha pangan, (4) mitigasi gangguan terhadap ketahanan pangan, dan (5) perbaikan kualitas konsumsi pangan dan gizi masyarakat.
Selengkapnya disebutkan bahwa peningkatan produksi pangan pokok dicapai melalui 15 kegiatan. Di antaranya yang berkenaan dengan kedaulatan pangan adalah: pengembangan 1000 Desa Mandiri Benih, pemulihan kualitas kesuburan lahan yang airnya tercemar, pengembangan 1000 desa pertanian organik, pencipataan sistem inovasi nasional, perluasan lahan kering 1 juta ha, pendirian unit perbankan untuk pertanian, peningkatan kemampuan petani dan organisasi petani, pelibatan perempuan petani/pekerja, pencipataan daya tarik pertanian bagi TK muda, serta rehabilitasi 3 juta ha jaringan irigasi rusak dan bendungan.
Sementara, stabilisasi harga bahan pangan dicapai melalui Penyediaan kapal pengangkut ternak dan Pemberantasan “mafia” impor. Sedangkan peningkatan kesejahteraan pelaku usaha pangan melalui: (1) Peningkatan akses dan aset petani melalui distribusi hak atas tanah petani dan land reform dan program penguasaan lahan terutama bagi petani gurem dan buruh tani, dan (2) Sertipikasi hak atas tanah nelayan dalam upaya peningkatan akses permodalan untuk pengembangan usaha
Lebih jauh pada Arah Kebijakan dan Strategi, pada point no 5. “Peningkatan kesejahteraan pelaku utama penghasil bahan pangan” dicapai melalui: (1) Perlindungan petani melalui penyediaan dan penyempurnaan sistem penyaluran subsidi input, pengamanan harga produk hasil pertanian di tingkat petani dan pengurangan beban resiko usaha tani; (2) Pemberdayaan petani, nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam melalui pendataan usaha petani, peningkatan keterampilan, dan akses terhadap sumber-sumber permodalan, dna (3) Peningkatan akses dan aset petani, nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam terhadap lahan melalui distribusi hak atas tanah petani dengan land reform dan program penguasaan lahan untuk pertanian terutama bagi petani gurem dan buruh tani
Apa yang berkembang di Indonesia ini juga dicatat oleh Lassa dan Shrestha (2014). Ia mengutip ucapan Presiden Jokowi bahwa: “Food security is different from food sovereignty. Food security is simply the availability of foodstuffs (logistically) in warehouses and in the markets regardless of the origin whether from import or from locally produced. Food sovereignty means we produce and market our foodstuffs ourselves, while the surplus of agricultural crops is exported.” Disini terlihat bahwa kedaulatan pangan bermakna lebih dalam dibanding ketahanan pangan.
Tiga, Rencana Kerja Pembangunan Jangka Menengah 2015-2019. Dalam dokumen ini khususnya bab Perkuatan Kedaulatan Pangan(Bapenas, 2014), kedaulatan pangan memuat strategi komponen Nawacita dengan optimal. Pada bagian Kebijakan Nasional Kedaulatan Pangan, disebutkan bahwa sasaran pembangunan berupa peningkatan produksi komoditas utama. Dalam lima tahun ke depan, produksi padi akan diarahkan untuk meningkatkan surplus produksi beras, jagung difokuskan untuk keragaman pangan dan pakan lokal, dan kedelai difokuskan untuk mengamankan kebutuhan pengrajin dan kebutuhan konsumsi tahu dan tempe. Selanjutnya, untuk gula, daging sapi, dan garam fokus pada pemenuhan konsumsi rumah tangga masyarakat.
Empat, Strategi Induk Pembangunan Pertanian 2015 - 2045 berupa Pertanian – Bioindustri Berkelanjutan (Kementan, 2014). Dalam bagian sasaran pembangunan disebutkan target untuk “Terwujudnya kemandirian pangan nasional paling lambat pada 2020, kedaulatan pangan nasional paling lambat pada 2025 dan kedaulatan pangan komunitas paling lambat pada 2045 (no 4).
Secara umum, makna kedaulatan pangan dalam dokumen ini relatif sejalan dengan istilah ketahanan pangan, misalnya terlihat dari kalimat ini: “Ciri utama perwujudan pertanian mandiri adalah adanya kemandirian dan kedaulatan pangan. Negara dan bangsa yang mandiri pangan adalah negara dan bangsa yang mampu memproduksi pangan yang beraneka ragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup melalui pemanfaatan potensi sumber daya alam, insani, sosial, ekonomi, dan kearifan lokal secara bermartabat. Petani yang mandiri juga dicirikan oleh kemampuan untuk bertumbuh kembang dengan berlandaskan pada kemampuan swadaya petani sendiri” (hal 51). Demikian pula pada halaman 94 yang tertulis bahwa: “....dikembangkan industri biorefinery primer utamanya yang menghasilkan karbohidrat yang sangat diperlukan untuk mensubstitusi produk-produk impor dalam rangka mewujudkan kedaulatan pangan”.
Secara lebih lengkap, pada hal 138 tercantum Tabel 12 Sosok Usahatani, Petani, dan Status Kedaulatan Pangan 2010-2045. Disini kedaulatan pangan merupakan gambaran akhir yang akan dicapai, yang dimulai dengan kondisi tercapainya ketahanan pangan.
Hal ini tampak pada baris ketiga yakni “Status Ketahanan-Kedaulatan pangan”. Isi pada baris ini adalah gambaran yang akan dicapai mulai dari 2015 sampai 2045 berupa target-target per 5 tahun. Sampai tahun 2010 yang mau dicapai adalah “Ketahanan Pangan”, lalu berturut-turut setiap 5 tahun ke depan adalah tercapainya “Kemandirian Pangan Nasional”, diikuti “Kemandirian Pangan Nasional menuju kedaulatan pangan nasional”, dilanjutkan lagi dengan “Kedaulatan Pangan Nasional”, lalu “Kedaulatan Pangan Nasional menuju Ketahanan pangan komunitas”, lalu “Kedaulatan Pangan Nasional menuju ketahanan pangan komunitas”, berikutnya lagi “Tahap awal Ketahanan Pangan komunitas” pada 5 tahun berikutnya, dan terakhir pada periode 2041-2045 adalah tercapainya “Ketahahan Pangan Komunitas”. Kondisi akhir ini merupakan apa yang disebut dengan gambaran pertanian yang mandiri, maju, adil dan makmur. Hal ini diperkuat dengan deskripsi pada baris indikator “Ketahanan pangan” dimana status pada periode yang akan dicapai pada 2021-2025 misalnya adalah mencapai “Pengembangan pertanian menjadi basis Kedaulatan pangan nasional menuju ketahanan pangan komunitas untuk mendukung ketahanan dan kedaulatan bangsa”
Lima, Rencana kerja Kementerian Pertanian. Dalam dokumen Kebijakan Dan Program Pembangunan Pertanian 2015-2019, yang disampaikan pada Musrembangtan 2014, Jakara 13 Mei 2014 (Kementan, 2014). Ada belasan entry ketahanan pangan, namun tidak ada untuk kata “kemandirian pangan” dan “kedauatan pangan”. Disebutkan bahwa sasaran strategis pembangunan pertanian 2015-2019 adalah meningkatnya ketahanan pangan dengan penyediaan bahan pangan pokok (no. 1), dan meningkatnya kesejahteraan petani (no. 4), serta memberikan perlindungan dan pemberdayaan petani.
Selanjutnya, untuk rencana kerja tahunan yakni Rencana Kerja Kementan 2014 (Kementan, 2013) ada belasan entry tentang ketahanan pangan, dua entry kemandirian pangan, namun tidak memasukkan sama sekali “kedaulatan pangan”. Hal ini dapat dimaknai bahwa “kedaulatan pangan” belum mendapat perhatian dan juga belum memiliki pemaknaan yang jelas.
Namun, kondisi yang sangat berbeda ditemui pada dokumen Rencana Kerja Kementerian Pertanian 2016, khususnya matrik Kebijakan Kedaulatan Pangan 2015-2019 (Nawacita). Berbagai program yang akan dijalankan pemerintah adalah perluasan 1 juta ha lahan sawah baru, perluasan pertanian lahan kering 1 juta Ha di luar Jawa, perbaikan/pembangunan irigasi untuk 3 juta ha lahan sawah, pengendalian konversi lahan, pemulihan kesuburan lahan yang airnya tercemar, 1000 desa mandiri benih, pembangunan gudang dengan fasilitas pengolahan pascapanen di tiap sentra produksi, Bank pertanian dan UMKM, peningkatan kemampuan petani, pengendalian impor pangan, reforma agraria 9 juta Ha, 1000 Desa pertanian organik, terbangunnya 100 Techno Park dan 34 Science Park, serta pemanfaatan lahan bekas pertambangan.
Khusus untuk tahun 2016 saja, yakni Sasaran Kedaulatan Pangan 2016 (Nawacita) juga hal yang sama persis namun dengan target rata-rata sebesar seperlima dari target jangka menengah. Lalu, pencapaian kedaulatan pangan adalah berupa kegiatan Upsus yang mencakup UPSUS Peningkatan Produksi dan Produktivitas 6 komoditas (Padi, jagung, kedelai, tebu, daging, cabai dan bawang), serta Penyediaan bahan Baku Bioindustri dan Bioenergi dan Kegiatan Agro Science Park (ASC) dan Agro Techno Park (ATP). Lalu pada bagian matrik program ada Model Sekolah Lapang (SL) Kedaulatan Pangan Terintegrasi Desa Mandiri Benih
Seluruh dokumen yang diacu merupakan dokumen yang disusun setelah keluarnya UU Pangan yakni setelah tahun 2012. Dengan kata lain, seluruh penyusunnya tentu telah membaca apa makna kedaulatan pangan dalam UU ini. Dengan demikian, dapat dimaknai bahwa demikian lah variasi pemahaman yang berkembang tentang apa itu kedaulatana pangan. Penyebabnya mungkin karena kurang tegas pemahaman di dalam UU Pangan.